Rabu, 26 Desember 2007

KESUCIAN

Junub

Junub adalah kondisi hadats yang menyebabkan seseorang dilarang untuk melakukan ibadah pada Allah, seperti ; shalat, membaca al-Qur’an, masuk masjid, dan lain sebagainya. Adapun sebab-sebab junub :

  1. Kelus air sperma
  2. Melakukan senggama
  3. Haid
  4. Nifas
  5. Meninggal dunia

Sucinya seseorang dari hadats ini dilakukan dengan cara mendi besar dengan niat tertentu.

Bagian Anggota Tubuh Yang Terlepas Bagi Orang Yang Hadast Besar

Ketika seseorang yang sedang dalam keadaan berhadast besar (junub) dan belum melakukan penyucian diri, sementara sebagian anggota tubuh ada yang terlepas dari tubuhnya seperti rambut, kuku atau yang lainnya.

Apakah anggota tubuh yang putus tersebut wajib disucikan ?

Membasuh anggota badan yang sudah lepas seperti rambut, kuku dan lain-lain yang terlepas pada saat dalam kondisi hadats besar :

a. Menurut Imam Ghozali, wajib membasuhnya. Karena bila anggota badan tersebut tidak dibasuh di akhirat akan dikembalikan dalam keadaan hadats

ﻮﺍﻣﺎ ﻘﻮﻞ ﺼﺎﺤﺐ ﺍﻹ ﺤﻴﺎﺀ ﻮﺴﺎﺌﺮﺃﺠﺯﺍﺀ ﺍﻠﺠﻨﺐ ﺘﺮﺪ ﺍﻠﻴﻪ ﻔﻰ ﻹﺨﺮﺓ ﻔﻴﻮﺪﺍﻯ ﻤﺎ ﺍﺰﻴﻞ ﻘﺑﻞ ﺍﻠﻐﺴﻞ ﺠﻨﺑﺎ

imam Ghozali berpendapat : Bagian-bagian anggota tubuh (yang terlepas) yang masih menanggung junub di akhirat akan dikembalikan dalam kondisi menanggung junub (hadast)

b. Tidak wajib membasuh anggota badan yang sudah lepas hanya diwajibkan pada anggota yang dzahir atau yang melekat saja.

ﻮﺜﺎﻨﻴﻬﻤﺎ ﺘﻌﻤﻴﻢ ﻈﺎﻫﺮ ﺒﺪﻦﺤﺘﻰ ﺍﻷ ﻈﻨﺎ ﺮﻮﻤﺎ ﺘﺤﺘﻬﺎ ﻮﺍﻠﺸﻌﺮ ﻈﺎﻫﺮﺍ ﻮﺑﺎﻃﻨﺎ ﺇﻠﻰ ﺍﻥ ﻘﺎﻞ ﻮﻤﺎ ﻈﻬﺮﻤﻥ ﻨﺤﻮﻤﻨﺒﺖ ﺸﻌﺮﻩ ﺰﺍﻠﺖ ﻘﺒﻞ ﻏﺴﻠﻬﺎ

“Syarat yang kedua yaitu merata air pada seluruh angora dzohir badan sehingga kuku dan di bagian bawahnya , rambut bagian luar dan dalam … yakni tempat timbuhnya rambut yang telah lepas sebelum mandi”. (Fath al-Mu’in, Juz I,hal 75)


Sengaja Memotong Bagian Anggota Badan Saat Hadats

Bagaimana hukumnya orang yang berhadats besar, kemudian sengaja memotong rambut kuku atau anggota tubuh lainnya.

a. Haram hukumnya bagi orang mempunyai hadats besar sengaja memotong bagian anggota badan, karena di akhirat nanti bagian yang dipotong akan dikembalilakan dalam keadaan berhadats. (I’anah at-Tholibin, Juz I,hal.79)

b. Makruh hukumnya melakukan hal di atas dalam kondisi hadast besar. (Nihayah al-Zain,hal.31)

Bagaimanakah Orang Junub Baca Al-Qur’an

Pada saat acara lomba tilawatil Qur’an lintas asrama dalam rangkah Haflah Akhirus Sanah Pondok Pesantren Ngalah XVII 2006 seorang puri Ngalah sedang mengikuti acara tersebut, sehingga pada tahapan final dai mengalami keraguan untuk tampil, ketika ditanya ternyata dia sedang datang (haid). Bagaimanakah seseorang dalam kondisi junub membaca al-Qur’an ?

a. Menurut Syafi’iyah : Haram bagi orang yang junub dengan sengaja membaca al-Qur’an meskipun satu huruf

ﺍﻠﺷﺎﻔﻌﻴﺔ ﻘﺎﻠﻮﺍ ﻴﺤﺮﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﺠﻨﺐ ﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻠﻘﺮﺍﻥ ﻮﻠﻮﺣﺮﻓﺎ ﻮﺍﺤﺪﺍ ﺍﻦ ﻜﺎﻥ ﻗﺎﺼﺪﺍ ﺘﻼﻮﺘﻪ ... ﺍﻫ

“Menurut ulama’ Syafi’iyah bagi orang junub di haramkan membaca al-Qur’an meskipun daru huruf dengan sengaja membacanya, dan seterusnya”.(Madzahib al-Arba’ah, juz I, hal.112)

ﻔﺮﻉ ﻔﻰ ﻤﺪﺍﻫﺐ ﺍﻠﻌﻠﻤﺎﺀ ﻔﻰ ﻗﺮﺍﺓ ﺍﻠﺠﻨﺐ ﻮﺍﻠﺤﺎﺌﺾ. ﻤﺬﻫﺑﻧﺎ ﺍﻨﻪ ﻴﻴﺣﺭﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻠﺠﻧﺐ ﻮﺍﻠﺤﺎﺌﺾ ﻗﺮﺍﺓ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻗﻠﻴﻠﻬﺎ ﻮﻜﺜﻳﺭﻫﺎ ﺤﺘﻰ ﺒﻌﺾ ﺃﻴﺔ ﻮﺒﻌﺫﺍ ﻗﺎﻞ ﺍﻜﺜﺮﺍﻠﻌﻠﻣﺎﺀ

“Menurut madzab ulama’(Syafi’iyah) bagi orang junub dan bagi orang orang haid daram membaca al-Qur’an baik sebagian ayat maupun banyak dan pendapat ini yang lebih banyak (kuat)” (al-Majmu’, juz II,hal.178)

b. Menurut Imam Dawud : boleh bagi orang yang junub mwmbaca sedikit maupun banyak dari ayat al-Qur’an meskipun disengaja membaca al-Qur’an

ﻮﻗﺎﻞ ﺪﺍﻮﺪ ﻴﺠﺰﻠﻠﺠﻨﺏ ﻭﺍﻠﺎﺎﺌﺾ ﻗﺮﺍﺀﺓ ﻜﻞ ﺍﻠﻗﺮﺍﺀﻦ ﻮﺮﻮﻱ ﻫﺫﺍ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺑﺎﺲ ﻮﺍﺑﻦ ﺍﻠﻤﺴﻴﺏ ﺍﻠﺦ

ﻮﺍﺤﺗﺞ ﻤﻦ ﺠﻮﺰﻣﻄﻠﻗﺎ ﺑﺤﺪﻴﺚ ﻋﺎﺌﺷﺔ ﺮﻀﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﺎ " ﺍﻦ ﺍﻠﻨﻴﻰ ﺼﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻳﻪ ﻮﺳﻠﻢ ﻜﻞ ﺍﺤﻴﺎﻧﻪ " ﺮﻮﺍﻩ ﻤﺴﻠﻢ . ﻗﺎﻠﻮﺍ: ﻮﺍﻠﺮﺍﺀﻦ ﺬﻜﺭ

”Menurut Imam Dawud bagi orang junub dan wanita haid boleh membaca sebagai al-Qur’an berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas dan Ibnu Musaiyab. Karena mereka berpendapat al-Qur’an tersebut adalah merupakan dzikir”. (al-Majmu’, juz II, hal.178)

Apakah Tidar Dapat Membatalkan Wudlu ?

Melakukan ibadah kepada allah seperti sholat misalnya harus dalam keadaan suci baik dari hadast benar maupun hadast kecil. Banyak hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu, namun bagaimanakah dengan orang yang tidur apakah wudlunya menjadi batal ?

Imam Madzahib al-Arba’ah mempunyai pandangan yang berbeda.

a. Menurut Imam Malik : bila tidurnya pulas (sekiranya orang tidur tidak merasakan peristiwa – peristiwa di sekitarnya.

b. Menurtu Imam Syafi’i : apabila orang tersebut menetapkan pantatnya pada tempat duduk maka tidur seperti ini tidak membatalkan wudlu.

c. Menurut Imam Abu Hanifah : apabila tidurnya dalam keadaan berdiri, duduk / sujud (seperti tingkah sholat) maka tidak membatalkan sholat bila selain keadaan seperti itu (tidur berbaring, tengkurap) maka tidur tersebut membatalkan wudlu.

d. Menurut Imam Ahmad : apabila tidurnya posisi duduk / berdiri tidak membatalkan wudlu dan bila tidur selain kedua kondisi tersebut maka membatalkan wudlu.

ﻮﺍﺧﺘﻠﻒ ﺍﻠﻌﻠﻣﺎﺀ ﻔﻰ ﻨﻘﺾ ﺍﻠﻮﻀﻮﺀ ﺒﺎﻠﻨﻮﻢ ﻔﻨﻈﺮﻤﺎﻠﻚ ﺍﻠﻰ ﺼﻓﺔ ﺍﻠﻨﻮﻡ ﻔﻗﺎﻞ ﺍﻦﻜﺎﻦ ﺛﻗﯿﻼ ﴿ ﻮﻫﻮﺍﻠﺬﻯﻻﻴﺤﺲ ﺼﺎﺤﺒﻪ ﺒﻤﺎ ﻔﻌﻞ ﺒﺠﻀﺮﺘﻪ ﴾ ﻨﻗﺾ ﺍﻠﻮﺿﻮﺀ ﻮﺍﻦ ﻜﺎﻦ ﺨﻔﻴﻔﺎ ﻓﻼ ﻮﻨﻆﺭ ﺍﻠﺷﺎﻓﻌﻰ ﺍﻠﻰ ﺼﻔﺔ ﺍﻠﻨﺎﺌﻢ ﻓﻘﺎﻞ ﺍﻦﻨﺎﻢ ﻣﻣﻜﻧﺎ ﻤﻘﻌﺪﺘﻪ ﻤﻦ ﺍﻻﺮﺾ ﻻﻴﻨﻘﺾ ﻮﻀﻮﺀﻩ ﻮﺍﻻ ﺍﻨﻘﻮﺾ ﻮﻗﺎﻞ ﺍﺒﻮﺤﻧﻴﻔﺔ ﺍﻥ ﻧﺎﻢ ﻋﻠﻰ ﺤﺎﻠﺔ ﻤﻦ ﺍﺤﻮﺍﻞ ﺍﻠﺼﻼﺓ ﴿ ﻜﺎﻥ ﻧﺎﻢ ﻘﺎﺌﻤﺎ ﺍﻮﻗﺎﻋﺪﺍ ﺍﻮﺴﺎﺠﺪﺍ ﴾ ﻠﻢ ﻴﻧﻗﺾ ﺍﻠﻮﻀﻮﺀ ﻮﺍﻻﻨﻘﺽ ﻮﻗﺎﻞ ﺍﺤﻤﺪ ﺍﺬ ﺍﻨﺎﻢ ﻗﺎﻋﺪﺍ ﺍﻮﻗﺎﺋﻤﻤﺎ ﻠﻢ ﻴﻨﻘﺾ ﺍﻠﻮﻀﻮﺀ ﻮ ﺍﻻﻨﻘﺾ

Para ulama’ berselisih pandapat mengenai ‘Apakah tidur itu membatalkan wudlu ? Imam Malik Lebih memandang kepada sifatnya tidur itu sendiri, beliau beliau mengatakan : ‘Apabila tidur tersebut kategori pulas (sekira orang yang tidur merasakan peristiwa-peristiwa yang terjadi didepannya), maka tidur seperti ini membatalkan wudlu. Dan apabila tidur tersebut termasuk kategori ringan, maka tidaklah membatalkan wudlu. Sedangkan Imam al_syfi’i lebih memandang kepada sifatnya orang tidur tersebut. Beliau mengatakan : ‘Apabila orang tersebut tidur dengan menerapkan pantatnya pada bumi, maka tidur seperti ini tidaklah membatalkan wudlu. Dan apabila tidak menetapkan pantatnya, maka batallah wudlunya. Abu Hanifah berkata : apabila seorang tidut dengan keadaan seperti tingkahnya orang yang sedang mengerjakan sholat (sambil berdiri, duduk atau sujud), maka tidaklah membatalkan wudlu dan apabila meadaannya tidak seperti itu, maka tidur tersebut membatalkan wudlu. Imam Ahmad barkata : Apabila seseotang tidur dengan duduk atau berdiri, maka tidaklah membatalkan wudlu, dan jika tidak sembil duduk atau berdiri, maka tidur tersebut membatalkan wudlu”. (Ibanan al-Ahkam, juz I, hal.124)

Apakah Minyak Wangi Beralkohol, Najis ?

Banyak sekali ditemukan minyak yang dicampur dengan campuran alcohol. Hal ini dilakukan karena berfungsi antara lain unruk menekan udara dalam botol minyak. Bagaimana hukum minyak wangi yang dicampur dengan alcohol ?

a. Menjadi najis, minyak yang dicampur alkohol, sebab alkohol memabukkan dan bisa menjadi arak.

b. Tidak najis, sebab tidak memabukkan dan campurannya hanya untuk menjaga kebaikan komposisi minyak.

ﺍﻠﻤﺒﺤﺙ ﺍﻠﺛﺎﻠﺙ ﻓﻰ ﺘﻌﺮﻴﻒ ﺍﻠﺤﻜﻭﻞ ﺍﻟﺦ ﻮﻫﻭﻋﻨﺼﺮﺒﺨﺮﻴﺟﺪ ﻓﻰ ﺍﻠﻤﺗﺧﻤﺮﺍﻦ ﺍﻠﻤﺳﻜﺮﺍﺕ ﻣﻥﺍﻷﺷﺮﺒﺔ . ﻔﺑﻮﺟﻭﺒﻪ ﻔﻴﻬﺎ ﻴﺤﺼﻞ ﺍﻻﺴﻜﺎﺮﻮﻴﻮﺟﺪﻋﺪﺍ ﺍﻠﻜﺤﻮﻞ ﺍﻴﻀﺎ ﻓﻰﻏﻴﺮﺍﻻﺷﺮﺒﺔ ﻤﻥ ﻤﺘﺧﻤﺮﺍﺖ ﻨﻘﻴﻊ ﺍﻻﺰﻫﺭﻮﺍﻻﺛﻤﺎﺮﺍﻠﺪﻯ ﻴﺗﺨﺬﻃﻴﺒﺎ ﻮﻏﻴﺮﮦ ﻛﻤﺎ ﻴﻮﺠﺪ ﻤﻥ ﻤﻌﻘﻮﺪ ﺍﻠﺧﺷﺐ ﺒﺄﻻﺖ ﺤﺪﻴﺪﻴﺔ ﻤﺤﺼﻮﺼﺔ ﻮﻫﺬﺍ ﺍﻷﺨﻴﺮ ﺃﺿﻌﻒ ﺍﻠﻜﺤﻮﻞ ﻜﻣﺎ ﺍﻦﺍﻗﻮﺍﮦ ﺍﻠﺬﻯ ﻴﻮﺠﺩ ﻓﻰ ﺍﻠﻌﻧﺐ

pengertian alkohol sebagaimana yang kami dapatkan dari pernyataan orang yang mengetahui hakekatnya sera yang kami lihat dari peralatan industri pembuatannya adalah merupakan suatu unsur yang dapat menguap yang terdapat pada minuman yang memabukkan. Alkohol ini juga terdapat pada selain minuman, seperti pada rendapan air, bunga dan buah-buahan yang dibuat untuk wewangian dan lainnya. Sebagaimana yang terdapat dalam kayu-kayuan yang diproses dengan mengunakan pralatan khusus dari logam. Yang terakhir ini merupakan alkohol dengan kadar paling rendah sedangkan yang terdapat pada perasan anggur merupakan alkohol dengan kadar tinggi (al-Mahadist al-Wafiyyah Bab Najis)

ﻮﻤﻨﻬﺎ ﺍﻯ ﻤﻥ ﺍﻠﻤﻌﻔﻮﺍﺖ ﺍﻠﻣﺎ ﻨﻌﺎﺖ ﺍﻠﻨﺟﺴﺔ ﺍﻠﺗﻰ ﺘﺿﺎﻒ ﺍﻠﻰ ﺍﻻﻮﺪﻴﺔ ﻮﺍﻠﺮ ﻮﺍﺌﺢ ﺍﻠﻌﻃﺭﻴﺔ ﻻﺼﻼﺤﻬﺎ ﻓﺎﻨﻪ ﻴﻌﻔﻰ ﻋﻥ ﺍﻠﻘﺪﺮﺍﻻﺼﻼﺡ ﻗﻴﺎﺳﺎ ﻋﻠﻰ ﺍﻻﻨﻔﺧﺔ ﺍﻠﻣﺼﻟﺤﻪ ﻠﻠﺟﻨﻴﻥ

“ termasuk najis yang dima’fu (ditoleransi) adalah, cairan-cairan najis yang dicampurankan untuk komposisi obat-obatan dan parfum. Cairan tersebut bisa ditoleransi dengan kadar yang diperlukan untuk komposisi yang seharusnya. Karena hal itu dikiaskan dengan usus babat yang digunakan untuk menambah kualitas mentega” (al-Fiqhu ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, juz I, hal.25)

Media Tayammum

Dalam literatur fiqh dapar difahami bahwa tayammum adalah sesuci yang mengunakan media selain air. Hal ini diperbolehkan sebagai alternatif sesuci karena beberapa factor, misalnya kesulitan menemukan air, madlarat yang ditimbulkan oleh air terhadap bagian tubuh dan lain-lain.

Adapun media tayammum menurut para ulama’adalah :

  1. Menurut imam syafi’i dan imam hambali, megunakan debu.
  2. menurut madzhab maliki dan madzhab hanafi adalah segala sesuatu yang termasuk bagian dari bumi, misalnya : debu, tanah, salju, batu kapur.

(al-Mizan, Juz I, hal. 32)

Namun demikian madzhab empat (Syafi’i, Hambali, Maliki, Dan Hanafi), sepakat bahwa tanyammum tidak sah menggunakan benda yang dimasak atau diproses, seperti arang, kayu, dan plasrik.

Tidak ada komentar: